- BBC Learning English: situs yang menyediakan pelajaran bahasa Inggris gratis dengan berbagai tingkat kesulitan, termasuk kursus IELTS..
- English Central: platform belajar bahasa Inggris yang menyediakan video pelajaran dan latihan pengucapan.
- Duolingo: aplikasi belajar bahasa yang menyediakan pelajaran bahasa Inggris gratis dengan metode permainan.
- Open Culture: situs yang menyediakan kursus bahasa Inggris gratis dari universitas top dunia.
- IELTS Buddy: situs yang menyediakan tips dan trik untuk meningkatkan skor IELTS serta latihan soal-soal IELTS.
- My IELTS Class: platform belajar online yang menyediakan kursus IELTS gratis dan berbayar dengan tutor berpengalaman
- ted.com : situs yang menyediakan banyak video dalam bahasa Inggris dengan topik yang beragam, sangat membantu dalam meningkatkan listening dan vocabulary.
- Khan Academy: situs web yang menyediakan berbagai kursus, termasuk kursus bahasa Inggris dan IELTS.Duolingo: aplikasi pembelajaran bahasa yang menyenangkan dan interaktif. Duolingo menyediakan kursus bahasa Inggris yang dapat digunakan untuk persiapan IELTS.
- iTalki: platform belajar bahasa online yang menyediakan guru-guru profesional yang dapat dibooking untuk belajar bahasa Inggris atau persiapan IELTS.
- EnglishPage : situs web yang menyediakan berbagai materi belajar bahasa Inggris mulai dari tingkat dasar hingga tingkat advance, termasuk IELTS preparation materials.
- EnglishHaven: situs web yang menyediakan berbagai materi belajar bahasa Inggris seperti grammar, vocabulary, listening, dan reading comprehension.
- English Learning Club: platform belajar bahasa Inggris yang menyediakan berbagai materi pembelajaran, termasuk kursus IELTS.
- MyEnglishTeacher.eu: situs web yang menyediakan berbagai materi belajar bahasa Inggris secara interaktif, termasuk kursus IELTS.
- LearnEnglish: platform belajar bahasa Inggris yang dikembangkan oleh British Council, menyediakan berbagai materi pembelajaran dan latihan, termasuk untuk IELTS preparation.
Sabtu, 21 Januari 2023
15 Rekomendasi Platform Online Gratis untuk Meningkatkan Skill Bahasa Inggrismu
7 Online Tools untuk Proofreads Manuskripmu
Proofreading adalah proses mengecek dan menyempurnakan teks yang sudah ditulis untuk memastikan bahwa teks tersebut tidak memiliki kesalahan gramatikal, tata bahasa, ejaan, atau kesalahan pengetikan. Proofreading juga digunakan untuk memastikan bahwa teks tersebut sesuai dengan standar yang diharapkan, termasuk gaya, tone, dan tata letak.
Proofreading dapat membantu Anda meningkatkan kualitas teks Anda dan membuatnya lebih profesional. Hal ini sangat penting jika teks tersebut akan diterbitkan, dikirimkan ke klien, atau digunakan untuk tujuan akademis. Proofreading juga dapat membantu Anda menemukan kesalahan yang mungkin tidak terlihat selama proses penulisan sehingga dapat diperbaiki sebelum teks tersebut diterbitkan atau dikirimkan.
Beberapa online tools yang dapat digunakan untuk melakukan proofreading manuskrip di antaranya adalah Grammarly, Readable.com, Slick Write, Ginger, Profread Bots, Hemingway, ProWritingAid, dan SlickWrite. Grammarly adalah tool yang sangat populer dan dapat digunakan untuk mengecek grammar, tata bahasa, dan pengutipan. Hemingway adalah tool yang dapat membantu Anda menulis dengan gaya yang lebih sederhana dan mudah dibaca. ProWritingAid menyediakan analisis yang komprehensif untuk meningkatkan gaya Anda menulis. SlickWrite adalah tool yang dapat membantu Anda menemukan kesalahan grammar dan tata bahasa.
1. Gramarly
2. Readable.com
3. Slick Write
4. Ginger
5. Profread Bot
6. Hemingway
7. ProWritingAid
ProWritingAid adalah sebuah tool online yang digunakan untuk mengecek dan meningkatkan gaya menulis. Tool ini menyediakan analisis yang komprehensif dan memberikan saran untuk meningkatkan kualitas teks, seperti grammar, tata bahasa, ejaan, gaya, tata letak, dan penggunaan kata.
ProWritingAid memiliki fitur unik seperti analisis kalimat yang memungkinkan Anda untuk melihat kalimat Anda dari berbagai sudut pandang seperti panjang kalimat, kompleksitas, dan tingkat keterbacaan. Fitur ini memungkinkan Anda untuk dengan mudah menemukan dan memperbaiki kalimat yang kurang efektif dalam teks Anda. Tool ini juga memiliki fitur seperti koreksi otomatis yang memungkinkan Anda untuk mengoreksi kesalahan secara langsung pada teks yang Anda tulis.
ProWritingAid sangat berguna untuk profreader, karena tool ini dapat membantu meningkatkan kualitas teks dan membuatnya lebih mudah dibaca oleh audiens yang diinginkan. Tool ini dapat digunakan dalam berbagai konteks seperti menulis artikel, blog, dan website. ProWritingAid juga dapat digunakan untuk mengecek teks dalam bahasa asing. Namun, seperti halnya tool lain, ProWritingAid harus digunakan sebagai tool bantuan dan hasil dari analisis yang diberikan oleh tool ini harus dipertimbangkan dengan baik oleh profreader dalam menyempurnakan teks yang akan diterbitkan.
Sabtu, 14 Januari 2023
Daftar Jurnal Pengabdian dan Penelitian Pendidikan dan Teknologi Terakreditasi
Senin, 06 Desember 2021
Betulkah Jago IT maka jago TP?
Instruksional Design, Apa sih Itu?
Mau Melakukan Penelitian R&D, Coba Cek Model Pengembangan ADDIE Ini
Senin, 08 November 2021
Mengenal Phenomenon-Based Learning (PhenoBL) Approach
Phenomenon-based learning (PhenoBL) has attracted growing attention since Finland's National Core Curriculum for Basic Education mandated its use in Finnish schools (Finnish National Board of Education, 2016). Finland's curriculum endorses PhenoBL as a progressive approach to curriculum and pedagogy suitable for 21st Century learners.
This approach breaks down subject-based compartmentalisation of knowledge. Instead of focusing on a specific subject such as Mathematics, Literacy, or History, phenomenon-based classes explore phenomena that cross subject boundaries (Silander, 2015). The approach represents a transition to a new cross-curricular way of thinking about organizing learning in schools.
In Finland, students aged 7-16 are required to participate in at least one multidisciplinary PhenoBL module per year (Halinen, 2018). The modules are designed to explore real-world phenomena that can be viewed from competing and complementary viewpoints.
Subject-based classes remain, but where they may only utilize one subject-specific angle to address a topic, a multidisciplinary, PhenoBL learning module encourages students to bring together knowledge from all subject areas to see an issue from a holistic lens.
Five dimensions of PhenoBL
According to Vasileios Symeonidis and Johanna Schwartz (2016), there are five dimensions of a phenomenon-based approach to education: holisticity, authenticity, contextuality, problem-based inquiry, and open-ended learning processes. Combined, these dimensions provide a working model for educators when designing PhenoBL module.
Holisticity refers to the need to decompartmentalise education. A holistic approach will address an issue from multiple viewpoints and identify how different viewpoints dovetail or contradict (Halinen, 2018). Viewing phenomena from the viewpoints of multiple different subject-based disciplines helps students to see the world in its complexity and seek out inclusive solutions to complex problems.
The dimensions of authenticity and contextuality highlight the importance of exploring a real-world phenomenon. Authenticity refers to applying knowledge to something tangible, rather than engaging with only hypothetical and theoretical ideas (Symeonidis & Schwartz, 2016). Similarly, a contextualized phenomenon is one that exists within tangible time and space. The focus is not on a ‘topic' per se, as a topic can be a sterile subject to be analyzed in isolation from its context. A phenomenon, by contrast, is connected to a context in which it emerges.
Problem-based inquiry and open-ended learning processes are also interlinked dimensions of PhenoBL (Silander, 2015). When students explore phenomena, they are required to identify and investigate problems or areas of interest that may arise. The aim is for students and teachers to collaborate in creating investigations that are achievable and relevant to areas of the phenomenon that spark the students' interests.
Applying PhenoBL in the classroom
When implementing a PhenoBL lesson, teachers and students need to negotiate a phenomenon for analysis. Sam Tissington (2019) highlights the value of using current affairs and local issues as springboards. Likewise, Jenna Lähdemäki (2018) presents the example of Year 8 students in Finland who were asked to choose a phenomenon related to Europe. Within these parameters, the students in this example chose Auschwitz, Food Culture in Germany, and European Art as their phenomena.
Once a phenomenon is identified, educators should employ problem-based and inquiry-based pedagogies to conduct their investigations (Halinen, 2018; Lähdemäki, 2018).
Problem-based learning involves having the class pose a problem to be solved through active learning; while inquiry-based learning involves the use of systematic methods to solve a problem. In my teaching, I consider them to be complementary ways of thinking about moving my students through a process of identifying a phenomenon, defining a problem related to the phenomenon, and conducting an investigation into the problem.
In a PhenoBL approach, teachers may need to structure the lessons in such a way that necessitates students touch on multiple subject areas. Symeonidis and Schwartz (2016) suggest that it may be beneficial for teachers with different subject-specific expertise to come together to help promote a cross-curricular focus during investigations.
Benefits and challenges
PhenoBL has an eye to the future. It acknowledges that challenges of tomorrow will be addressed by multidisciplinary teams working together on complex problems like sustainability, urbanisation and the rise of artificial intelligence.
This approach may also help break down communication barriers. When choosing to view a topic from multiple viewpoints, students can be forced to confront contradictory ways of seeing complex concepts like climate change, migration policies, and food sustainability. By seeing the world in its complexity, students are asked to live within moments of uncertainty and accept diversity as a natural occurrence in 21st Century life.
Nonetheless, PhenoBL also has its challenges. Lähdemäki (2018) has highlighted that teachers and students find it difficult to move from identifying a phenomenon to constructing a manageable interdisciplinary unit of inquiry around it. Teachers need to guide students through finding a problem that is manageable enough to explore but large enough to be analyzed from multidisciplinary viewpoints.
Another challenge for educators is balancing student-led inquiry with a continuing need to meet and assess curriculum outcomes. Furthermore, subject-based classes should not be considered to be redundant. In Finland's case, PhenoBL does not represent a wholesale reform of curriculum design (Symeonidis & Schwartz, 2016). Subject-based classes remain. Rather, the reforms mandate ‘study periods' during which teachers from multiple disciplines come together to teach one multidisciplinary module per year (Halinen, 2018).
References
Finnish National Board of Education. (2016). New national core curriculum for basic education: focus on school culture and integrative approach. Retrieved from https://www.oph.fi/sites/default/files/documents/new-national-core-curriculum-for-basic-education.pdf
Halinen, I. (2018). The new educational curriculum in Finland. In Matthes, M., Pulkkinen, L., Clouder, C., & Heys, B. (Eds.) Improving the Quality of Childhood in Europe (pp. 75-89). Brussels, Belgium: Alliance for Childhood European Network Foundation.
Lähdemäki, J. (2018). Case Study: The Finnish national curriculum 2016—A Co-created National Education Policy. In Cook, J. (Ed.) Sustainability, Human Well-being, and the Future of Education (pp. 397-422). Cham, Switzerland: Palgrave Macmillan.
Silander, P. (2015). Digital pedagogy. In Mattila, P. & Silander, P. (Eds.) How to create the school of the future: Revolutionary thinking and design from Finland (pp. 9-26). Oulu, Finland: University of Oulu Center for Internet Excellence.
Symeonidis, V., & Schwarz, J. F. (2016). Phenomenon-based teaching and learning through the pedagogical lenses of phenomenology: The recent curriculum reform in Finland. Forum Oświatowe, 28(2), 31–47.
Tissington, S. (2019). Learning with and through phenomena: An explainer on phenomenon-based learning. Paper presented at the Association of Learning Developers in Higher Education Northern Symposium, Middlesbrough UK.
sumber: https://www.teachermagazine.com/au_en/articles/what-is-finlands-phenomenon-based-learning-approach
Minggu, 07 November 2021
Minggu, 26 September 2021
LP2M UNM Beri Keterampilan Mengolah Ikan Air Tawar Aneka Rasa
Tim Dosen Pengabdi LP2M UNM melakukan pelatihan kepada masyarakat Desa Rompegading, Kecamatan Liliiriaja, Kabupaten Soppeng, Minggu (20/6/2021) lalu. Menurut ketua tim PKM Olahan Air Tawar Aneka Rasa, ibu Dra. Nurfaizah AP, M.Hum., pemberian keterampilan tersebut sangat berguna terutama bagi ibu-ibu yang ingin menyajikan makanan sehat bagi anak-anaknya.
“Kegiatan
pelatihan ini memberi keterampilan bagi ibu-ibu Desa Rompegading untuk dapat
mengolah ikan air tawar menjadi berbagai olahan seperti nuget dan otak-otak.
Sehingga harapannya, anak-anak tetap mendapatkan nutrisi yang mencukupi dengan
disediakannya makanan olahan ikan. Dengan berbekal keterampilan ini, ibu-ibu
dapat mengolah camilan sehat yang disukai oleh anak-anak jaman sekarang” kata
ibu yang pintar memasak ini.
Pelatihan yang
dilaksanakan di balai desa Rompegading ini terlihat diikuti oleh ibu-ibu dengan
sangat antusias. Berbekal dengan bahan-bahan dasar yang mudah didapat, peserta
pelatihan terlihat bersemangat mencoba membuat makanan olahan seperti nuget dan
otak-otak dari ikan air tawar.
PKM Olahan Air Tawar
Aneka Rasa ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari ibu Dra.
Nurfaizah AP, M.Hum., ibu Haerani, S.Pd., M.Kes., dan ibu Hotimah, S.Pd.Si.,
M.Pd. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan pengabdian yang
dilakukan di tengah masa pandemi Covid-19 dengan tetap melaksanakan protokol
kesehatan (prokes).